Tantangan Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19 dan Cara Menghadapinya
Pandemi
Covid-19 bagaikan kejutan yang mengagetkan semua orang, tidak ada yang siap
menghadapi situasi sepert ini. Hampir semua sistem sosial di masyarakat dipaksa
untuk beradaptasi, dari sistem politik, ekonomi, sampai sistem pendidikan. Dari
sekian banyak sistem yang terganggu, pada tulisan kali ini, saya hanya akan
memfokuskan bahasan di bidang pendidikan. Kira-kira apa saja tantangan yang
dihadapi dan bagaimana cara kita menghadapinya.
Kemendikbud
merespon hal ini dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020, yang
salah satunya membahasa tentang proses belajar mengajar di masa pandemi.[1] Di
dalam surat edaran itu yang paling menjadi poin penting adalah tentang
pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Semua pembelajaran dilakukan secara
daring dengan menggunakan tekhnologi informasi untuk mendukung kebijakan social distancing.
Sekiranya
ada tiga hal penting yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan program tersebut.
Pertama, tentang pemerataan tekhnologi informasi. Kedua, bagaimana cara
memberikan pembelajaran yang efektif di masa pandemi ini. Dan ketiga, perihal dana penunjang pembelajaran
di masa Pandemi Covid-19.[2]
Dari ketiga hal ini, saya akan mencoba memetakan bagaimana tantangan ini bisa
terjadi dan tentunya bagaimana cara kita menghadapi tantangan ini.
Pertama,
tentang pemerataan tekhnologi informasi. Kita tidak bisa menampikan bahwa
program PJJ ini tidak akan bisa efektif di implementasikan di daerah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Oleh karena itu, untuk sekarang yang bisa
pemerintah lakukan adalah menjamin sekolah yang berada di 3T melakukan PJJ
dengan cara menugaskan sekolah agar para orang tua murid untuk mengawasi anak
di rumah. Sekolah juga bisa memberikan tugas yang menyenangkan, seperti membuat
diary yang memuat keseharian belajar siswa selama di rumah.
Tidak
ada yang bisa dilakukan lebih baik lagi, untuk mereka daerah 3T yang sama
sekali tidak memiliki koneksi internet untuk melaksanakan PJJ. Maka dari itu
sebenarnya, pandemi ini menyadarkan kepada kita bahwa akses internet sangat
penting di era sekarang. Oleh karena itu, kedepannya, pemerintah harus berani
berinvestasi untuk memberikan akses internet ke segala daerah yang ada di
Indonesia.
Hal
ini seperti yang dikatakan oleh Sabda PS, Founder Zenius Education, bahwa
pemerataan tekhnologi, bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Hal
itu pulalah yang melatarbelakangi dia untuk membangun Zenius Education, sebuah
flatform belajar digital dan membagikan konten edukasinya secara gratis kepada
seluruh masyarakat di Indonesia.
Kedepannya,
setelah akses internet merata, pemerintah bisa membuat konten-konten video
pembelajaran dan membagikannya kepada masyarakat secara gratis. Hal ini bagus
karena video pembelajaran bisa di ulang-ulang, sehingga memudahkan anak yang
tertinggal pelajaran untuk bisa belajar kembali. Sementara itu, guru bisa
menjadi pendamping anak untuk belajar, sekaligus membuat suasana diskusi di
kelas menjadi lebih baik, dan tentunya pengajaran karakter yang lebih bagus
lagi.
Kedua,
bagaimana caranya memberikan pengajaran yang efektif untuk siswa. Banyak siswa
mengeluhkan bahwa guru hanya memberikan tugas saja, tanpa memberikan
pengajaran. Seharusnya memang guru bisa memberikan video pembelajaran pada
anak, sebelum memberikan tugas. Namun tentunya tidak semua guru bisa melakukan
hal itu. Maka dari itu, sebenarnya kita harus meniru konsep yang diberikan oleh
flatform pendidikan digital yang ada, seperti Ruang Guru dan Zenius Education.
Saya
tidak meminta pemerintah menggandeng flatform digital dalam hal ini, karena
tentunya akan ada penambahan biaya yang tidak sedikit. Namun, saya berharap
pemerintah bisa membuat konten edukatif seperti flatform tersebut dan
menggratiskan kontennya kepada masyarakat. Terutama kepada guru agar bisa
membantu proses memberikan materi kepada murid. Saya menyambut positif
kebijakan pemerintah yang memberikan pengajaran melalui Stasiun TV TVRI, namun
saya kira hal itu harus ditingkatkan, terutama dari segi kualitas dan
kuantitas.
Sebenarnya
apabila pemerintah mau, Zenius Education telah menggratiskan seluruh kontennya untuk
bisa di akses, pemerintah hanya perlu mempromosikannya agar semua orang tahu
dan mau mengaksesnya. Saya kira ini bukan hal yang sulit, karena apabila
pemerintah bisa menggandeng flatform pelatihan digital pada program Pra Kerja
yang berbayar, kenapa tidak untuk PJJ, yang aplikasi penunjangnya jelas-jelas
gratis, yaitu Zenius Education.
Terakhir,
ketiga, meliputi kewajiban apa dalam segi dana yang bisa dilakukan pemerintah.
Saya tekankan, bahwa kuota harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam PJJ
ini. Seperti dalam Surat Edaran Kemendikbud, menyatakan bahwa dana BOS bisa
digunakan untuk pembiayaan PJJ, karena kuota adalah penunjang PJJ, maka
tentunya kuota harus disubsidi dari dana bos tersebut. Sesuai edaran tersebut,
harusnya sekolah yang melakukan proses mengajar yang banyak menggunakan kuota
bisa mengsubsidi siswa, kecuali memang sekolah tersebut tidak memungkinkan
untuk melakukan PJJ.
Akhirnya,
memang solusi saya tidak bisa diterapkan untuk semua tempat, terutama di daerah
3T. Tetapi paling tidak, hal ini bisa dilakukan sekarang ini di tempat-tempat
yang memiliki akses internet.
30 April 2020
Tulisan ini alhamdulillah telah mendapat apresiasi sebagai opini terbaik esai nasional di Untirta.
[1]
Kemendikbud, diakses dari https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-mendikbud-no-4-tahun-2020-tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-dalam-masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1-9/,
pada 30 April 2020.
[2]
Gogot Suharwoto, Pembelajaran Online di
Tengah Pandemi Covid-19, Tantangan yang Mendewasakan, diakses dari https://www.timesindonesia.co.id/read/news/261667/pembelajaran-online-di-tengah-pandemi-covid19-tantangan-yang-mendewasakan,
pada tanggal 30 April 2020.
Komentar
Posting Komentar