Membayangkan Hutan Hijau di Tengah Kampus UNJ
Di samping lapangan luas itu terdapat genangan air kecil yang kurang lebih dalamnya sekitar 30 cm. Tempat itulah yang biasanya dijadikan kolam renang untuk anak-anak sekitar Rawamangun. Dengan girang tanpa pakaian anak-anak itu selalu tertawa meski banyak mahasiswa mengambil gambarnya.
Selaku mahasiswa saya senang, akhirnya gedung-gedung tua tersebut dihancurkan, tentu pastinya untuk dibangun kembali. Namun selaku mahasiswa akhir rasa senang itu tampaknya tidak beralasan, yang ada hanya kesal. Kesal karena kenapa tidak sedari dulu saja itu dilakukan. Karena dengan begitu hipotesis banyak orang benar, bahwa gedung sekolah selalu lebih bagus kalau sudah lulus (dalam hati, apakah mungkin diri ini lulus cepat ‘pede sekali’ wkwkw).
Kedepannya kemungkinan gedung gedung tinggi akan dibangun. Karena untuk apa bangun gedung pendek kalau bisa bangun gedung tinggi. Tidak ada alasan untuk itu, apalagi di kota besar seperti Jakarta, dimana akses tanah untuk bangunan sangatlah sulit.
Kemungkinan lain, setelah nama-nama gedung seperti Gedung Ki Hajar Dewantara, Bung Hatta, Hasyim Asy’ari, Dewi Sartika, dan Gedung R.A Kartini tentunya nama-nama tokoh pendidikan di Indonesia akan jadi rekomendasi yang memungkinkan. Entah mungkin Ahmad Dahlan, H.A Tilaar, atau yang lainnya. Bayangkan, gedung-gedung baru dibangun dengan nama tokoh-tokoh tersebut — pasti indah dan gagah.
Tapiii, beberapa hari ini saya berpikir, bagaimana kalau lahan seluas itu jangan dibikin gedung baru. Bagaimana kalau dibikin hutan saja?
Iyaa hutan, sebuah hutan yang identik dengan warna hijau. Sebuah habitat untuk satwa-satwa seperti burung, jangkrik, atau monyet. Keren juga kan kalau tempat seperti itu ada di tengah-tengah kampus A. Siangnya monyet dan burung bersorak menggoda mahasiswi kampus, malamnya jangkring berteriak menemani mahasiswa akhir yang sedang nongkrong hingga pagi.
Lokasinya tepat di samping UPT dan di samping Gedung R.A Kartini. Luasnya kira-kira 300 meter persegi. Selain indah dan memiliki fungsi sebagai hutan, tempat ini juga multifungsi.
Pertama tentu sebagai tempat nongkrong mahasiswa. Di bawah hutan tersedia bangku-bangku yang saling berhadapan, tempat orang bercengkrama mengadu gagasan. Di tengah hutan ada panggung yang sekali-kali diisi konser musik band favorit anak muda.
Ada beberapa kolam dan lahan luas seperti rumput teletubbies. Fungsinya sebagai tempat mahasiswa nongkrong juga, berdiskusi sambil tidur-tiduran di atas rumput — atau berhenti di tepi kolam sambil memberi makan ikan koki dan kodok liar.
Kedua, tempat ini bisa jadi tempat dosen mengajar di dalam ruang kaca seperti tempat burung di Ragunan. Mahasiswa pasti tidak akan bosan, karena sejauh mata memandang, semuanya serba hijau dan warna-warni (baju-baju mahasiswa dan mahasiswa di luar ruang kaca).
Ada mahasiswa yang membaca buku, membuat kajian, atau sekadar lewat numpang duduk di taman. Di sekeliling taman terdapat jalan bundaran yang bawahnya terbuat dari balok tempat orang lari pagi di sore hari — walau saya yakin tidak ada mahasiswa yang melakukan hal itu.
Ketiga, hutan ini juga bisa jadi tempat penangkal banjir kalau musim hujan. Tentu sudah tidak perlu dijelaskan bagaimana hutan yang banyak pohonnya bisa menyerap air di akarnya.
Taman ini cocok diberi nama Taman Akademia. Dari taman ini lahir gagasan-gagasan penting dari mahasiswa. Saya yakin pikiran liar dan terbuka bisa tumbuh subur di tempat yang nyaman seperti hutan kota ini.
Tapiii, sekali lagi ini hanya angan-angan belaka. Kedepannya tempat tersebut akan dibangun gedung-gedung tinggi menjulang. Semoga saja gedung tinggi tersebut setinggi usaha kita semua untuk menjadi mahasiswa yang baik, bukan setinggi-tingginya bayaran kampus.
Komentar
Posting Komentar