Resensi Buku "21 Adab untuk Abad ke 21"

Setelah sukses dengan dua bukunya terdahulu, yaitu Sapiens, yang mengulas sejarah singkat umat manusia (masa lalu), dengan Homo Deus, yang mengulas apa yang mungkin terjadi pada manusia kedepannya (masa depan), Harari kembali meluncurkan sebuah buku, yang berjudul 21 Adab untuk Abad 21 (masa sekarang). Buku ini telah terbit dalam bahasa Indonesia, meski belum resmi diluncurkan di toko buku besar, seperti Gramedia. Di ranah global sendiri, buku ini telah diterbitkan di banyak negara, dengan judul 21 Lessons for the 21st Century, dan banyak mendapat respon positif dari pembaca.
Pada tulisan ini, saya hanya memberikan gambaran awal buku ini. Seperti halnya konsep Google Book (toko online yang menjual buku berbentuk digital), untuk membacanya secara utuh Anda harus mengeluarkan sedikit uang Anda. Tulisan inipun bukan sepenuhnya tulisan saya, isi tulisan ini merupakan review bab awal dari buku ini, yang penulis tambahkan beberapa keterangan agar sedikit mudah dipahami.

Pendahuluan
Buku ini akan menjawab, Apa yang terjadi sekarang? Apa makna mendalam dari peristiwa itu? Apa tantangan dan pilihan terbesar saat ini? Apa yang harus kita perhatikan? Apa yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita? Apa yang dimaksud dengan kemunculan Donald Trump? Apa yang bisa kita lakukan pada hoax? Mengapa demokrasi liberal berada dalam krisis? Apakah Tuhan akan kembali? Apakah perang dunia baru akan muncul? Peradaban mana yang paling mendominasi, Barat, Tiongkok, atau Islam? Haruskah Eropa tetap membuka gelombang imigran? Dapatkan nasionalisme memecahkan masalah ketidaksetaraan dan perubahan iklim? Apa yang harus kita lakukan terkait terorisme?\
Intinya buku ini akan membawa pembaca bepartisipasi terhadap masalah-masalah di zaman sekarang, dengan cara menganalisis dimensi global dan personal. Secara garis besar buku ini akan membahas, pertama, akan mengambarkan sketsa tatangan manusia saat ini. Kedua, bagaimana tanggapan potensial yang mungkin terjadi di dunia ini  Ketiga, apa yang bisa dilakukan manusia. Keempat, gagasan pasca-kebenaran dan bertanya sejauh mana kita masih bisa memahami perkembangan global dan membedakan pelanggaran dengan keadilan. Kelima, mengumpulkan benang-benang yang berbeda dan mengambil pandangan yang lebih umum.

Buku ini penting untuk menyimpulkan makna baru dari tantangan yang baru. Suatu kesimpulan makna hidup harus segera dirumuskan, dunia sudah tidak lagi bisa menunggu, dan diambang kehancuran.

BAGIAN 1
Tantangan Tekhnologi
Umat manusia kehilangan keyakinan pada kisah liberal yang mendominasi politik global dalam beberapa dekade terakhir, tepatnya ketika penggabungan biotek dan infotek menghadapkan kita dengan tantangan terbesar dari yang pernah dihadapi manusia.

1
Kekecewaan
Akhir Sejarah telah Ditunda
Pada tahun 1940-1980, kisah pertempuran komunisme dan liberalisme (nilai kebebasan) berlangsung, yang dimenangkan oleh liberalisme. George W. Bush dan Barack Obama, menyatakan jika kita terus meliberalisasi dan mengglobalkan sistem politik dan ekonomi kita, maka kita akan menghasilkan perdamaian dan kemakmuran bagi semua. Namun sejak tragedi 2008, liberalisme telah diragukan dan Partai Komunis Tiongkok mulai dipertimbangan.

Pada 1938, ada 3 pilihan cerita fiksi (fasisme, komunisme, dan liberalisme), kemudian fasime gugur. Lalu, pada tahun 1968, ada dua yang masih bertahan (komunisme dan liberalisme). Dan akhir peperangan itu terjadi pada tahun 1998, sebuah cerita tunggal bertahan (liberalisme). Namun dunia mendapati tantangan baru, yaitu pada tahun 2018, cerita-cerita itu menuju titik nol (mulai dipertanyakan). Hal itu ditandai dengan kemunculan Donald Trump dan Brexit, yang mulai mengguncang keyakinan manusia pada liberalisme.

Dari Membunuh Nyamuk hingga Membunuh Pikiran
Ketika perkembangan biotek dan infotek telah berkembang sangat pesat, kita memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mengubah dunia ini, tetapi sekali lagi manusia tidak tahu apa dampaknya, dan mungkin kesalahan nenek moyang kita akan terulang lagi. Seorang insinyur hanya berusaha membuat tekhnologi super canggih yang bisa memudahkan manusia untuk hidup atau mewujudkan cita-cita utopis, seperti hidup abadi dan kebahagiaan yang tak terbatas. Tetapi tidak pernah sepenuhnya mengerti apa yang akan terjadi berikutnya.

Donald Trump tidak pernah mengingatkan bahwa algoritma akan mengambil pekerjaan orang Amerika, Ia hanya mengingatkan bahwa orang Meksiko akan melakukannya. Itualah kenapa sekarang ini, jauh lebih sulit melawan irelevansi daripada eksploitasi. Tantangan kita adalah revolusi biotek dan infotek yang merusak ekologi dan distrupsi pekerjaan manusia, tetapi sebagian besar manusia masih sibuk dengan kepentingan kelompoknya.

Mukjizat Liberal
Liberalisme telah membebaskan manusia dari imperialisme dengan perang untuk mengakhiri peperangan. Pada tahun 1930-1940, Hitler dengan fasisme membawa sedikit perubahan dan tantangan untuk liberalisme, disusul oleh Che Guevara 1950-1970, dengan komunismenya. Tetapi kembali lagi, liberalisme bangkit meski dengan baju compang-campingnya dan berhasil mempelajari dan mengadopsi pealajaran sesuatu dari peperangannya itu, yang kembali mengokohkannya di cerita dunia. Namun, kemunculan Trump dan Brexit, merupakan pelanggaran terhadap paket liberal, disinilah paham ini kembali mendapat tantangan. Xi Jinping, justru mulai tertarik tatanan internasional global. Putin, memperlihatkan praktik politik dimana sejumlah oligarki menguasai kekayaan negara, 87% kekayaan terkosentrasi di tangan 10% orang terkaya di Rusia. Untuk itu, mungkin pada akhirnya cerita liberalisme akan terus bertahan, karena memang tidak ada alternatife lain, tetapi sungguh tidak ada yang pasti.

Gelombang nasionalisme muncul, seperti kata Trump “Make America Great Again”, seolah masyarakat Amaerika 1980-1990 lebih baik dari sekarang. Brexit Inggris untuk independensi, seolah-olah menjadi solusi terbaik di era globalisasi. Elit Tiongkok, membangun kembali konfusianismenya, dan Putin mencoba membangkitkan kekaisaran Tsar yang usang. Di Timur Tengah lebih radikal, dimana para islamis ingin menyalin sistem yang didirikan Nabi Muhammad di kota Madinah 1.400 tahun lalu, sementara kaum Yahudi ingin mundur lebih jauh lagi ke zaman 2.500 tahun lalu, ke zaman Alkitab, dengan terus merebut tanah Palestina. Elit liberal sedikit panik, seperti yang dikatakan Obama dalam pidato terakhirnya di PBB pada tahun 2016, “Paket liberal masih menjadi landasan paling baik untuk kemajuan manusia abad ini”, hal itu diungkapkan untuk kembali mengukuhkan liberalisme.

Sebenarnya, satu-satunya ancaman terbesar paket ini adalah keruntuhan ekologi dan distrupsi tekhnologi. Pertanyaannya, bisakah liberal kembali memodifikasi dirinya untuk mengahalau masalah itu, bisakah agama tradisional dan nasionalisme memberikan jawaban yang membebaskan kaum liberal, dan bisakah adaptasi kebijaksanaan kuno membentuk pandagan dunia yang baru? Atau mungkin sudah saatnya bersih-bersih dan menciptakan kisah yang benar-benar baru.

Mungkin sikap terbaik adalah mengubah kepanikan kita menjadi kebingungan. Panik adalah kesombongan dengan kalimat “Kiamat akan segera/sudah menimpa kita”, sedangkan kebingungan lebih rendah hati, dengan kalimat “Tidak, bukan itu yang terjadi, yang benar hanya saya tidak mengerti apa yang akan terjadi, maka bersiaplah”. Kita tidak mengerti bahwa seberapa besar dampak dari revolusi biotek dan infotek yang akan kita hadapi, karena itulah Harari menulis buku ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI)

Pembangunan sebagai Sebuah Kebebasan

Post-Truth: Verifikasi sebelum Emosi