Cinta yang Membangun, Belajar dari Film La La Land dan Buku Seni Bersikap Masa Bodoh
Salah satu hal yang paling sulit di dunia ini adalah
mendefinisikan secara universal sebuah perasaan. Hal itu disebabkan karena
perasaan mengacu pada individu sebagai subjek yang merasakan, maka yang
diperlukan adalah empati untuk merasakan setiap perasaan individu, dan itu
bukanlah hal mudah. Setiap dari kita memiliki perasaan yang berbeda dalam
menyikapi sesuatu. Betapa sulitnya mendefinisikan sebuah perasaan, berdampak
pada beragamnya jenis definisi mengenai perasaan itu sendiri—termasuk cinta.
Cinta di kisah Romeo and Juliet adalah kisah cinta
yang banyak sekali menginspirasi orang di dunia. Dimana individu akan
mengorbankan apapun, bahkan nyawanya sendiri untuk seorang yang sangat dia
cintai. Hal ini memberikan sedikit definisi tentang cinta, yaitu memberikan apapun untuk orang yang kita cintai, tak peduli
seberapa berhargapun hal itu bagi kita.
Padahal dalam kehidupan nyata, tampaknya cinta tidak
seperti itu. Perasaan cinta bersifat sementara dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sebenarnya bisa di prediksi. Maksud saya, pernahkah kita
sangat mencintai seseorang di saat tertentu, kemudian setelah berjalannya
waktu, perasaan itu hilang, bahkan ketika kita mencoba mengingat perasaan debar
di dalam hati, waktu itu—hati kita sudah tidak memiliki perasaan itu.
Faktornya bisa disebabkan karena misalnya, sudah lama
tidak berjumpa atau menemukan cinta yang baru. Nyaris jarang ada cinta yang
abadi di hati, semuanya biasanya kalah oleh waktu dan orang baru.
Lalu, sebenarnya apa definisi cinta yang bisa kita
percaya sekarang—jika tidak ada cinta yang abadi dan cinta yang semenyedihkan
cerita cinta. Harus kita pahami betul, bahwa kepercayaan kita pada cinta sejati
sesungguhnya hanyalah omong kosong. Mencintai dengan memberikan apapun kepada
orang yang kita cintai, lalu membiarkan diri kita disakiti terus menerus adalah
kekeliruan besar—meski bahkan kita percaya itu cinta.
Kepercayaan kita itu imajinasi, tetapi rasa sakitnya nyata.
Karena memang penderitaan adalah hal yang paling nyata, meski kita terus
menolaknya, tetap saja perasaan sakit itu dirasakan. Sedangkan perasaan rela
bekorban adalah imajinasi yang membahagiakan sementara.
Penulis percaya, bahwa cinta sejati adalah cinta yang
membangun. Cinta yang membangun adalah cinta yang menjadikan kita seperti apa
yang kita inginkan—menyegerakan dan menguatkan hati setiap orang untuk mencapai
mimpi masing-masing. Penulis melihat, bahwa definisi cinta yang
sesungguhnya—yaitu cinta yang membangun, di jelaskan dan contohkan secara baik
dalam film “La La Land” dan buku
“Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat”, karya Mark Manson.
Mari kita analisis secara seksama, bagaiamana dua
karya ini mendefinisikan cinta yang membangun.
Dalam film “La
La Land”, mengisahkan seorang wanita bernama Mia Dolan, yang berhasil
meraih mimpinya sebagai seorang artis terkenal, setelah bertemu seorang pria
bernama Sebastian yang juga berhasil meraih mimpinya menjadi seorang pianis
Jazz yang diakui.
Dalam sebuah lagu yang dinyanyikan di awal film,
berjudul “Someone in The Croud”—yang
memiliki petuah untuk, jangan batasi dirimu karena kamu sedih, barangkali
seoseorang dikerumunan itu menjadikan hidupmu lebih baik dan membawamu menunju
mimpi-mimpi yang Kau inginkan. Lagu itu menginspirasi Mia Dolan untuk pergi ke
sebuah pesta dan memang, di pesta itu dia bertemu dengan Sebastian—orang yang
membantu mewujudkan mimpinya.
Awalnya kedua orang itu adalah orang yang payah dan
selalu gagal. Mia Dolan, terus-menerus mendapat penolakan saat casting untuk menjadi artis, sedangkan
Sebastian tidak pernah mendapat pekerjaan tetap sebagai pianis, karena
ambisinya yang terus saja memainkan musik Jazz klasik, yang dianggap sudah
ketinggalan zaman.
Ketika keduanya bertemu, disinilah terletak hubungan
cinta yang membangun. Sebastian tidak pernah mencampuri urusan Mia dalam dunia acting, dia hanya mendukung Mia, dengan
cara meyakinkan bahwa Mia harus mencoba sekali lagi, ketika bahkan disaat dia
akan menyerah. Dan betul, disaat Mia ingin menyerah, Mia di dorong untuk terus
mencoba, hingga akhirnya Mia mendapatkan peran dalam sebuah film.
Sementara Sebastian, yang menyadari dirinya sebagai
pria yang belum mapan. Berusaha untuk mengurangi ambisinya dalam memainkan Jazz
klasik dan sedikit mengikuti zaman, untuk bisa mendapat uang demi hidup bersama
Mia. Meski Mia menyayangkan sikap Sebastian yang meninggalkan ideologinya yang
lama, keduanya tetap bersama.
Setelah mengikuti band dan memainkan musik kekinian,
Sebastian memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan mimpinya untuk membangun
club Jazz klasik, yang sudah lama dia idamkan. Bahkan Ia memberi nama clubnya,
sesuai saran dari Mia. Namun, karena keduanya terlampau sibuk, akan karier
masing-masig—mereka berdua berpisah.
Di akhir cerita Mia datang bersama suaminya ke sebuah
club Jazz klasik, Mia melihat ternyata club itu adalah milik Sebastian, dan
Sebastian melihat Mia sudah menjadi seorang artis—keduanya tersenyum. Meski
mereka tidak bersama, pertemuan mereka telah membangun mimpi yang mereka
inginkan, tanpa pertemuan dan cinta yang mereka lakukan, tampaknya mimpi mereka
akan sulit terwujud.
Cerita cinta dalam film La La Land, sesuai dengan konsep cinta yang digambarkan Mark Manson
dalam bukunya. Manson berkata bahwa “Orang-orang dalam hubungan yang sehat
dengan batasan yang kuat akan mengambil tanggung jawab atas nilai dan masalah
mereka sendiri, dan tidak akan mengambil tanggung jawab atas nilai dan masalah
pasangan mereka”.
Sederhananya begini, cinta yang membangun berarti
cinta yang membebaskan, cinta yang tidak mengekang atau menghambat. Sikap
menghambat contohnya adalah perhatian berlebihan dan/atau posesif—terlalu
banyak mengurusi kehidupan pasangan.
Tidak ada kebahagian jika masalah kita diselesaikan
oleh orang lain, begitupun sebaliknya—orang lain tidak akan bahagia jika
masalah mereka diselesaikan orang lain. Anda tidak akan merasa puas jika tugas
kuliah, kantor, atau masalah pribadi Anda dikerjakan oleh pasangan Anda—Andalah
yang paling bertanggung jawab untuk itu, tugas dari pasangan adalah mendukung.
Proses membantu dan dibantu adalah sebuah sikap yang
palsu. Pembantu melakukan hal itu karena dia merasa harus, untuk mendapat
penghargaan dan kasih sayang. Sementara yang dibantu, merasa dirinya adalah
korban dan menyalahkan orang lain hingga dia perlu bantuan orang lain untuk
membantunya.
Seharusnya yang terjadi adalah, bantulah ketika Anda
ingin membantu—bantuan yang baik adalah dukungan, biarkan pasangan
menyelesaikan masalah yang mereka buat, itu baik bagi mereka.
Ketika pasangan Anda memutuskan untuk melakukan makan
malam dengan teman-teman mereka, itu urusan dia. Jangan membatasi hal itu, jika
dia menghargaimu sebagai pasangan, tentu dia tidak akan berbuat aneh-aneh. Ini
bukan masalah terlalu cuek, tetapi ini membebaskan—bukankan sebuah hubungan
adalah kepercayaan dan setiap perilaku yang merusak kepercayaan berarti itu
bukan cinta.
Sikap Romeo yang memutuskan untuk bunuh diri,
begitupun Juliet adalah cinta yang tidak sehat. Perihal Juliet meninggal memang
menyakitkan, itu wajar karena Romeo mencintainya, tetapi membunuh diri sendiri
demi cinta itu terlalu berlebihan.
Romeo seharusnya mengerti bahwa keputusan Juliet
adalah tanggung jawabnya dan Juliet sama sekali tidak bahagia jika Romeo
mencampuri urusannya. Itulah mengapa ketika Juliet terbangun dari tidurnya dan
melihat Romeo bunuh diri karena menyangka dirinya mati, Juliet bersedih—dan
keduanya mati. Habis perkara.
Intinya cinta yang membangun adalah cinta yang
mendukung dalam pertumbuhan individual masing-masing dan memecahkan masalah
mereka sendiri-sendiri. Seperti dalam film di atas. Mia berusaha menjadi artis
dengan dukungan Sebastian, begitupun sebaliknya. Keduanya berhasil menggapai
mimpi masing-masing, dengan kejujuran kepada pasangan untuk menjadikan mereka
lebih baik dan terus lebih baik.
23 Februari 2019
Tulisan ini telah tayang di qureta.com, sebuah wejangan yang sebenarnya lebih cocok di sampaikan pada diri sendiri, wkwkw.
Komentar
Posting Komentar