Empat Prinsip Pendidikan dan Satu Etika Universal untuk Generasi Milenial Membangun Bangsa Indonesia yang Gemilang
Generasi
milenial menjadi generasi yang sering dibahas akhir-akhir ini. Hal itu
disebabkan karena memang jumlah milenial yang memasuki usia produktif cukup
banyak dan mendapat tonggak estafet untuk mengisi peradaban manusia di abad 21.
Kriteria milenial sendiri menurut berbagai ahli adalah orang yang lahir di
kisaran tahun 1980-2000an.[1] Bisa dikatakan berarti
generasi milenial adalah orang yang berusia 19-39 tahun di tahun 2019. Seperti
yang dikatakan sebelumnya, generasi ini sedang di usia produktif, itulah
mengapa menjadi banyak dibicarakan isu tentang milenial ini.
Generasi
ini lahir berbarengan dengan berkembangnya tekhnologi terutama internet dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, di abad 21 ini, generasi milenial menjadi
pengguna cukup besar internet dan sangat melek akan tekhnologi. Dari mulai
perkembangan komputer besar hingga kecil, sampai sekarang smartphone sangat
diminati oleh generasi ini. Bahkan sampai perkembangan yang terbaru, yaitu apa
yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0,[2] generasi milenial menikmati
sekaligus harus menghadapi segala kemungkinan yang terjadi oleh perubahan ini.
Situasi
sosial budaya dan ekonomi yang terjadi di generasi milenial sangat berbeda
dengan generasi sebelumnya, hal itu menyebabkan sikap dan tantangan yang
berbeda pula yang dihadapi oleh generasi ini. Adapun salah satu sikap yang
berkembang di generasi milenial adalah ketergantungan pada tekhnologi yang
tinggi dan serba ingin hal yang instan.[3] Kita bisa lihat contoh
bagaimana generasi sekarang sulit sekali lepas dengan internet, kehilangan
koneksi internet menjadi hal yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Menyukai
hal instan juga dipicu karena dalam keadaan sekarang, genarasi ini menginginkan
hal yang serba cepat, seperti memesan makanan online, belanja online,
atau pergi menggunakan aplikasi online, semuanya serba cepat, hal itu
menyebabkan generasi ini menginginkah hal yang instan.
Melalui
refleksi realitas tersebut sekiranya bisa kita merumuskan inovasi apa yang bisa
dilakukan oleh generasi ini untuk bisa berkontribusi membangun peradaban.
Bagaimanapun juga, generasi inilah yang akan mengisi dan menjalankan estafet
peradaban dunia selama puluhan tahun kedepan. Generasi inilah yang sekarang
harusnya berperan untuk bisa mewarnai peradaban dunia ini.
Di
Indonesia sendiri, generasi milenial bisa dibilang cukup tinggi. Data
menyebutkan ada sekitar 63 juta generasi milenial dari 258 juta penduduk
Indonesia pada tahun 2019, atau jika di persentasikan sekitar 23,95% dari
penduduk Indonesia.[4]
Milenial yang suksespun bisa dikatakan lumayan banyak dan sedang naik daun,
sebut saja nama-nama seperi Nadiem Makariem, CEO Gojek, Achmad Zaky, Pendiri
BukaLapak, dan William Tanuwijaya, Pendiri Tokopedia—usia mereka masih berada
dibawah 40 tahun. Kursi Menteri yang diusung pemerintah pun begitu, sekarang
sudah mulai diisi oleh generasi milenial, nama-nama seperti Nadiem Makarim, Jerry
Sambuaga dan Angela Tanoesoedibjo turut mengisi kursi Menteri yang disediakan
pemerintah.
Oleh
karena itu, tampaknya dalam waktu dekat generasi yang secara kuantitas banyak ini
akan cukup mendominasi kancah perpolitikan dan perekonomian di Indonesia. Bagaimanpun
juga generasi inilah yang sekarang mendapat kesempatan untuk membangun bangsa
ini menjadi lebih baik lagi. Penting kiranya sedari sekarang kita membangun
sebuah inovasi dan strategi apa yang bisa kita lakukan agar kuantitas dan
tanggung jawab generasi tersalurkan dengan baik. Hingga generasi ini bisa
berperan optimal untuk membangun Indonsia yang gemilang nantinya.
Dalam
menghadapi Revolusi Industri 4.0, Indonesia sedang memfokuskan pembangunan pada
sektor kualitas manusia atau Sumber Daya Manusia (SDM). Hal itu seperti yang
diungkapkan oleh Jokowi “Babak kedua adalah secara besar-besaran pembangunan
SDM”,[5] begitupun wejangan yang
disampaikan oleh Airlangga Hartato, selaku Menteri Perindustrian, “Generasi
milenial harus kreatif, open minded dan tahan banting. Kuasai Bahasa
Inggris, statistik, dan koding, adik-adik pasti mampu bersaing di era Industri
4.0”. Kesemua poin itu mengacu pada SDM yang unggul untuk menjadikan Indonesia
yang gemilang di masa yang akan dating.
Pembangunan
SDM untuk milenial sangat beralasan, karena tantangan global kedepannya
sangatlah kompleks. Maka dari itu, pemerintah memang sudah seharusnya
memikirkan hal itu. Upaya yang sangat mungkin dilakukan adalah dalam bidang
pendidikan, karena disitulah sebenarnya kunci untuk membangun SDM yang unggul.
Langkah pemerintah, misalnya dengan memasukan Nadiem Makariem, selaku generasi
milenial, ke dalam kursi pemerintahan cukup diapresiasi, karena upaya tersebut
adalah untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman, yaitu Revolusi Industri 4.0,
selain itu pemilihan generasi milenial dianggap sesuai karena lebih bisa
membawa pembaharuan untuk kedepannya, dimana generasi inilah yang akan memimpin
nantinya.
Inovasi
mutlak dibutuhkan untuk generasi milenial dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
Meski pemerintah berupaya untuk mendorong hal itu, tetap saja generasi
milenialah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat inovasi tersebut.
Berbicara tentang inovasi, sebenarnya bukan hanya sebuah penemua baru, misalnya
menemukan alat seperti penemuan lampu yang dilakukan Thomas Alva Edison, atau
penemuan pemikiran radikal seperti Karl Mark, inovasi juga bisa dilakukan
dengan penyesuaian kerja terhadap sesuatu yang sudah ada.
Tantangan
yang paling mungkin dihadapi oleh generasi milenial adalah disruption. Istilah
ini diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen, untuk menyebut sebuah fenomena
dimana kegaitan usaha banyak digantikan oleh start-up.[6] Atau bisa juga diartikan
sebagai hilangnya beberapa pekerjaan karena digantikan oleh penggunaan tekhnologi.
Contoh yang sangat dekat adalah munculnya toko online, tranportasi online,
makanan online, yang sebelumnya berbentuk usaha berubah menjadi start-up
atau aplikasi untuk memudahkan kegiatan usaha. Hal itu menghilangkan atau
istilahnya mendisrupsi pekerjaan seperti ojek konvensional, mengurangnya
pelanggan toko konvensional, dan mempercepat kegiatan usaha di sektor makanan.
Dari
tantangan itu, sebenarnya inovasi apa yang dibutuhkan untuk generasi milenial.
Penyesuaian yang seperti apa yang perlu dilakukan agar bisa bertahan dan
tentunnya agar bisa membangun Indonesia yang gemilang. Jawabannya ada di
pendidikan, karena inilah caranya untuk mengubah mindset dan perilaku
seseorang. Karena pada dasarnya semua orang pasti akan menagalami proses
pendidikan sebelum bekerja. Pendidikan formal maupun bukan tetap sama saja,
tetap disebut proses mendidik. Contonya, manusia purba sekalipun pasti diajari
oleh orang tuanya untuk bertani dan atau berburu sebelum akhirnya dewasa dan
menjadi petani dan pemburu.[7] Dan satu hal lagi,
pendidikan juga bukan hanya untuk anak kecil, lebih dari itu pendidikan adalah
sebuah ikhtiar seumur hidup untuk terus menyesuaikan diri (inovasi).
Pendidikan
di era sekarang diperuntukan untuk mempertajam empat hal, yang disingkat 4C, yaitu
Critical Thinking (berpikir kritirs), Creativity (kreativitas), Collaboration
(kolaborasi), dan Communication (komunikasi).[8] Inilah inovasi yang mesti
dikembangkan oleh generasi milenial. Pertama, yaitu berpikir kritis, hal
ini untuk menjawab tantangan bagaimana informasi yang sangat banyak sekali
sekarang ini melalu media internet. Berbagai berita itu, tanpa pemikiran yang
kritis hanya akan menimbulkan masalah seperti gampangnya kita terkena hoax
(berita bohong). Penting untuk membangun Indonesia menjadi negara yang tidak
disebut sumbu pendek, artinya gampang terpropokasi oleh berita yang
belum tentu kebenarannya. Proses berpikir kritis bisa kita bangun dengan banyak
membaca—semakin banyak membaca semakin banyak pengetahuan yang kita miliki,
semakin banyak kita mempelajari budaya orang lain, semakin banyak kita
mengetahui sifat dan pemikiran orang lain. Hal itu akan menumbuhkan sikap
toleransi dan terpenting membentuk pemikiran yang memproses data menjadi lebih
dalam, dengan pengetahuan yang kita miliki itu proses pengambilan keputusan
atau pemikiran bisa lebih baik. Hingga sampailah kita pada pemikiran kritis
yang kita inginkan.
Kedua,
yaitu kreativitas, hal ini menjadi penting karena dengan kreativitas kita bisa
membangun bangsa ini dengan sesuatu karya yang unik dan membagakan. Hal ini
sejalan dengan pengertian inovasi atau seorang menjadi seorang innovator.
Di dunia yang serba baru, kreativitas mutlak dibutuhkan, perkembangan start-up
seperti tranportasi online sebenarnya hanyalah sebuah bentuk kreativitas.
Perusahaan start-up itu sama sekali tidak memperbaharui pekerjaan, tetap
saja menggunakan mobil atau motor misalnya untuk mengantar orang, tetapi
terletak dari kreativitas yang memunculkan aplikasi untuk mempermudah akses,
bukankah itu hal yang sangat kreatif. Hal ini bisa dilatih dengan misalnya
mencoba konten-konten kreatif di Youtube, inspirasinya juga bisa dari Youtube.
Atau jika memang ahli dibidang menulis, cobalah menulis beberapa karya, jika di
bidang musik, cobalah membuat musik. Intinya coba dahulu, maka sebenarnya
kreativitas itu akan muncul seiring seringnya kita mencoba hal baru.
Ketiga,
kolaborasi atau kerjasama. Di era sekarang hal ini menjadi sangatlah penting
agar bisa bertahan dalam membangun negeri. Kita tidak bisa membangun suatu hal
sendirian, misalnya dalam pembuatan konten kreatif di Youtube, diperlukan
beberapa orang yang terampil seperti ahli video, penulis skrip, editor dan
lainnya. Kolaborasi mutlak dibutuhkan karena kita sama-sama menyadari bahwa
tidak semua orang ahli disemua bidang. Start-up besar manapun di
dalamnya terdapat orang yang berkolaborasi untuk menjalankan perusahaan,
apalagi dalam mebangun sebuah negara besar seperti Indonesia, dibutuhkan
kolaborasi yang banyak dan kompak dalam sebuah sistem bernegara. Cara yang bisa
dilakukan adalah misalnya berorganisasi membentuk suatu komunitas dan
mewujudkan sebuah karya. Sudah tidak jaman kita bersaing dengan tidak sehat
secara individual, pendidikan kita harus dirombak dari segi ini, yang
terpenting sekarang adalah bentuk kelompok dan bersaing dengan kelompok lain
dengan karya.
Terakhir,
keempat, pendidikan kita diarahkan untuk membangun kemampuan komunikasi
yang baik. Hal ini menjadi sangat bermanfaat karena kedepannya kolaborasi bukan
hanya dilakukan dengan sesama orang dilingkup tertentu misalnya negara.
Globalisasi telah menghapus sekat-sekat jarak pemisah untuk bisa berkomunikasi
dan bekerjasama. Tanpa komunikasi yang baik, tidak akan terjalin kerja sama
yang baik pula. Kemampuan komunikasi juga bukan hanya bahasa yang baik, lebih
dari itu kemampuan komunikasi yang menggerakan orang lain juga perlu dilatih.
Kemampuan ini bisa kita dapatkan dari banyaknya kita bertemu dengan orang,
berkomunikasi secara langsung, dan memahami orang tersebut. Jadi bukan hanya berdiam
diri dengan smartphone, generasi ini juga perlu keluar dan memperbanyak
pengalaman serta berkomunikasi dengan yang lainnya.
Saya
menyebut kesemua itu adalah inovasi yang harus dilakukan dalam bidang
pendidikan kita, bisa dilakukan oleh setiap individu terutama generasi milenial
jika memang ingin membangun bangsa ini. Karena pendidikan kita sudah usang,
hanya program hafalan dan perjuangan mendapat nilai saja ya,ng diperkuat
sementara itu tantangan kita sekarang sudah berbeda. Tetapi dari kesemua inovasi
itu, ada satu etika yang bisa diterapkan oleh generasi milenial untuk
menghadapi tantangan kedepannyaa. Etika itu adalah kesabaran, dan ini menurut
saya menjadi penting untuk bisa diterapkan oleh generasi yang serba instan ini.
Sebuah
proyek atau tujuan besar tidak akan jadi dalam sehari semudah memesan sesuatu
di toko online, semuanya butuh proses bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.
Etika sabar ini mesti ditanamkan dalam benak generasi milenial yang hidup dalam
dunia yang serba instan. Hal ini untuk harus sama-sama dipahami karena sabar
adalah kunci sukses yang cukup mujarab. Tidak ada satu negarapun yang langsung
melejit dalam hitungan tahun, misalnya saja Korea yang membangun Samsung
puluhan tahun lalu dan baru berhasil di era sekarang, ketika smartphone benar-benar
melejit dan menjadi konsumsi hampir semua orang di dunia ini.
Saya
kira, begitupun dengan inovasi di dalam pendidikan ini. Pemerintah harus
memfokuskan empat hal yang disebutkan di atas dalam pendidikan kita. Begitupun
dengan generasi milenial, harus bisa mengadopsi sifat-sifat tersebut dalam
kehidupan sehari-hari mereka sekarang ini. Ingat empat kunci inovasi tersebut,
kemudian terapkan etika kesabaran dalam menjalankannya. Maka saya sangat
optimis negara ini bisa mengahadapi tantangan zaman yang akan datang dan
Indonesia akan menjadi negara yang gemilang.
25
Januari 2020
Awalnya tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis essay di salah satu kampus Negeri di Indonesia. Sayangnya wakti itu tidak menang, tetapi syukur beberapa bulan kemudian ada lomba debat yang mengsyiaratkan untuk memasukan essay. Akhirnya essay ini terpilih dan meloloskan kami untuk mengikuti lomba debat. Lomba itu digelar di Bandung, senang sekali rasanya, karena saya pertama kali ke Bandung waktu itu. Dan Alhamdulillah lomba tersebut kami menangkan dengan dua teman saya pada waktu itu. Syukur terkadang usaha tidak memberikan hasil di awal, tetapi selalu ada jalan untuk kita yang mau berusaha.
[1]
Syarif Hidayatullah, “Perilaku Generasi Milenial dalam Menggunakan Aplikasi
Go-Food”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 6, No. 2, 2018, Hal.
240.
[2]
Suatu perkembangan revolusi sejak Revolusi Industri pertama yang dicirikan
dengan ditemukannya mesin uap. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan penerapan
tekhnologi internet untuk berbagai kegiatan industri. Contohnya perkembangan start-up
seperti ojek online, toko online, dan lainnya.
[3]
Gerry McGovern, ”Millennial Attitude”, (https://medium.com/@gerrymcgovern/millennial-attitude-846fec2a4aba,
diakses pada 1 Januari, 2020)
[4]
Irma Garnesia, “Sana-sini Ngaku Milenial, Bagaimana Peta Milenial Indonesia?”,
(https://tirto.id/sana-sini-ngaku-milenial-bagaimana-peta-milenial-indonesia-cX5W,
diakses pada 1 Januari 2019).
[5]
Desca Lidya, “Pembangunan SDM Jadi Pondasi Ekonomi”, (https://www.antaranews.com/berita/659113/presiden-jokowi-pembangunan-sdm-jadi-fondasi-ekonomi,
diakses pada tanggal 1 Januari 2019).
[6]
Rhenald Kasadi, Disruption, (Jakarta:Pt. Gramedia, 2017), hlm. 149.
[7]
Yuval Noah Harari, 21 Adab untuk Abad 21, (Manado: CV. Global Indo
Kreatif, 2018), hlm. 282.
[8]
Yuval Noah Harari, Ibid. hlm 284.
Komentar
Posting Komentar